Tuesday, February 2, 2010

UGM sebagai

Matahari pagi belum penuh memancarkan sinarnya. Rumput – rumput di halaman Grha Sbha Pramana masih basah karena embun semalam. Tanpa menunggu lama tampak barisan mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada berseragam rapi. Monokrom alias hitam – putih. Sepatunya pun tampak mengkilat. Kemeja putih dengan dasi hitam panjang yang tertutup jas yang entah warnanya apa. Hijau bukan, kuning tidak. Namun, kentara sekali mereka bangga mengenakannya seakan seorang raja yang mengenakan pakaian kebesaran. Wajah – wajah yang bersemangat dan bersemangat juang tinggi.

Mereka tampak antusias mengikuti upacara pertama di tahun pertama. Dalam hati masing – masing berkata, “Sekarang aku jadi mahasiswa UGM.”

Salah satu dari mahasiswa baru itu adalah saya. Hari pertama kuliah saya sama sekali tidak merasa nyaman di kelas. Saya dengarkan saja pak dosen yang konsentrasi penuh ke slide – slide di laptop beliau tanpa menggubris mahasiswanya yang sudah terkantuk – kantuk sejak tadi. Apa seperti ini kuliah di UGM?

Setelah kuliah pertama selesai disambung kuliah kedua yang tak jauh beda dengan kuliah pertama. Sampai beberapa minggu saya merasa kuliah adalah hal paling membosankan. Tidak ada menariknya.

Pada praktikum pertama saya sedikit mendapat semangat belajar. Melakukan eksperimen yang sebelumnya hanya bisa membayangkan, menggunakan alat – alat canggih yang membuat gugup karena harganya yang selangit, berlatih kerjasama dan tanggung jawab. Meskipun saya tidak suka bau lab yang mengisyaratkan banyak bahan kimia yang mengerikan, tapi saya jauh lebih suka belajar dan mencoba hal baru di lab daripada duduk mendengar pidato dosen di kelas. Hanya saja, setelah bersenang – senang dengan alat dan bahan praktikum, kami harus membuat laporan.

Entah mengapa saya kurang suka menulis laporan dengan tulisan tangan di kertas F4 itu. Saya lebih suka kalau setelah praktikum diskusi tentang hasil percobaan yang didapat. Saya lebih mengerti apabila berdiskusi secara langsung dibandingkan menulis ulang laporan kakak tingkat (bisa dibilang begitu). Tapi saya harus berterimakasih karena saya belajar menulis dengan rapi dan terstruktur dengan adanya laporan – laporan itu.

Kemudian, dengan adanya dosen yang bervariasi pada satu mata kuliah membuat saya mengklasifikasi dosen yang menyenangkan dan membosankan dalam menyampaikan materi. Ya, saya belajar mengenal dosen. Mata kuliah yang dosennya menyenangkan membuat saya semangat mengikuti kuliah. Sedangkan mata kuliah yang dosennya membosankan –menurut saya– membuat saya semangat merangkum dan belajar sendiri. Thumbs up for dosen yang membosankan. Dengan adanya dosen – dosen yang berbeda tersebut, suasana kuliah menjadi bervariasi juga.

Seiring berjalannya waktu saya mulai dekat dengan beberapa teman. Kami suka jalan – jalan. Jalan – jalan di sini bukan hanya bisa diartikan pergi ke tempat yang indah dan menghabiskan uang. Kami suka main ke fakultas lain. Melihat apa yang ada di sana. Apa saja yang berbeda dari fakultas kami. Apa saja yang membuat fakultas lain menjadi lebih eksis atau justru lebih tersembunyi. Kami belajar banyak dari jalan – jalan itu. Kadang, karena salah arah kami suka berputar – putar di GSP. Sepertinya nasib kami selalu di sana. Banyak hal biasa yang menurut kami luar biasa. Misalnya, yang sedang latihan marching band. Bukan permainannya yang kami lihat. Tapi alat – alat yang digunakan. Terlihat sangat berseni. Aneh memang.

Baru beberapa minggu lalu ada Pemira di fakultas kami. Saya sangat suka debat calon Ketua BEM. Saya mendapat pengetahuan baru, info terbaru, dan keorganisasian.

UGM menyimpan banyak ilmu di dalam setiap jengkalnya. Tanah, pohon, bangunan, bahkan tiang lampu dapat memberi tahu sesuatu kepada kita. Bagaimana struktur tanah di halaman GSP, apa saja pohon yang ditanam di areal UGM, sejarah gedung – gedung di tiap fakultas, dan apapun yang setiap hari kita lihat di sekitar kampus. Kita bukan hanya belajar di dalam ruangan. Kita bisa belajar berorganisasi, bergaul, bereksperimen, dan melakukan hal – hal yang kita sukai yang bermanfaat dengan fasilitas yang sangat memadai.

Begitu banyak yang saya dapat selama hampir setengah tahun menjadi mahasiswa UGM. Masih banyak pertanyaan – pertanyaan yang belum terjawab. Banyak juga yang harus saya pelajari di UGM. Hutan di dekat fakultas Biologi dan Kehutanan, Bundaran UGM, Taman Lembah, Masjid Kampus, Gedung Pusat, Hymne Gadjah Mada, jas almamater, dan banyak lagi. Yang pasti, saya harus belajar untuk menjadi diri saya sendiri di universitas yang demikian besar. Besar wilayahnya dan besar namanya.





Metha Fatma Sintani

Fakultas Farmasi

09/288963/FA/08445

Sunset in airport

Yogyakarta, 12 agustus 2017 So this is the end of my (another) journey Selalu ada alasan mengapa seseorang bepergian. Sering kali un...