Friday, October 28, 2011

Quasi Experimental Study in Human Subject


Quasi experimental in Human Subject
Lecture by : prof. dr. Iwan Dwiprahasto
Referensi : slide prof iwan, dan
Oleh : Reagan Resadita

Quasi experimental
Research design itu secara umum Cuma dibagi jadi 2, yaitu ada observasional dan experimental.
      Research design di seputar dunia kedokteran Cuma di bagi dua, ada deskriptif ada analitikal, dimana anaitikan di bagi menjadi 2 yaitu observasional dan ekperimental, perbedaannya adlaah observasional kita hanya mengamati saja apa yang terjadi pada sampel yang kita teliti. Sedangakan eksperimental kita memberi intervensi kepada sampel. Dan pada penelitian deksriptif, kita hanya menggambarkan apa yang terjadi pada kasus kejadian unik, bisa berupa case report, ataupun case series.

Secara umum Meneliti adalah mencari hubungan sebab akibat akan suatu hal. Nah kalau penelitian analitik, mengkaji hubungan 2 variabel atau lebih. Salah satu jenis penelitian analitik adalah studi adalah quasi experimental. Quasi experimental ini desain yang kurang familiar, padahal sadar atau tidak sadar para peneliti sering menggunakan desain ini. Cuma mereka jarang mengklaim bahwa penelitian mereka ini gak pake quasi. Secara taksonomi (alah emang tumbuhan) level of evidence dari quasi experimental adalah 2B..
Untuk mengkaji hubungan antara variable, kita harus tau dulu jika dua buah variable yang diukur, bisa di sebut berhubungan atau kemungkinan memiliki hubungan “cause and effect relationship” jika :
1.       Memiliki asosiasi yang kuat
2.       Sebab mendahului akibat
3.       Mempunyai hubungan dan masuk akal secara biologis (kalo misalnya sarung menyebabkan kanker prostat kan gak jelas gitu)
4.       Ada dose response effect relationship
5.       Kalau exposure dikurangi, maka risiko berkurang.
6.       Spesifik
7.       Konsisten à dilakukan berulang ulang, tetap konsisten
Apa yang harus dimantapkan dalam hubungan sebab akibat?
-          Penyebab harus mendahui akibat
-          Penyebab harus berhubungan dengan efeknya, (misal : merokok menyebabkan serangan jantung à bisa di jelaskan scr scientific)
-          Kita gak bisa menemukan penjelasan lain yang masuk akal untuk akibat selain dari sebab tertentu.

Perbedaan antara quasi experimental dan true experimental adalah ada atau tidaknya randomisasi, perbedaan penting lainnya adalah jika pada RCT semua variable dikendalikan semaksimal mungkin. Pada quasi experimental, tidak semua variable bisa dikendalikan oleh peneliti,sehingga hubungan cause and effect relation ship masih di pertanyakan.
                Secara pengertain, quasi experimental adalah penelitian dimana peneliti hanya memiliki sebagian control terhadap variable independent, dan sampel penelitian tidak dilakukan randomisasi.
                Kenapa perlu ada quasi experimental?
Karena pada saat tertentu ada penelitian yang jika dikerjakan dengan RCT menjadi
a.       Tidak etis : missal pada penelitian efek suplementasi besi, masa ada grup yang dikasih placebo, padahal kan efek dari anemia bisa fatal.
b.      Impractical : misal ttg output kehamilan yang harus nya SC karena penelitian kita, gak di SC, kan parah banget tuh…
c.       MAHAL : misalnya diagnosis menggunakan alat terbaru yang sangat canggih, nah Cuma kelompok yang dianggap akan memberikan hasil positif aja yg di pakein diagnostic ini, yang lain pake ilmu kirologi atau perdukunan aja diagnosisnya.. hhaa
d.      Interest in “intact group”
e.      Low external validity (external validity adalah validitas ketika sebuah penelitian digeneralisasikan kedallam populasi yang besar)

Pada awalnya, Quasi eksperimental itu dilaksanakan pada penelitian sosial, kenapa??
1.       Karena fenomena itu tidak harus dibandingkan, misal : apakah fenomena pengecaman Julia perez di Palembang, berefek lebih besar, dari pada efek kekalahan timnas indoneisa melawan Bahrain, terhadap kasus korupsi?? Kan gak harus dibanding kan tuh (ngelantur).
Contoh dri prof iwan : tidak harus kan membandingkan bagaimana cara makan orang jawa dan bali
2.       Tidak harus ada control
3.       Randomisasi sulit dilakukan
Pada penelitian di laboratorium,
1.       Pengamatan efek tidak selalu harus dibandingkan misalnya efek ekstrak X terhadap penurunan suhu demam tikus, kan gak perlu dibadingkan dengan tikus jenis lain
2.       Keterbatasan scope penelitian
3.       Randomisasi sulit dilakukan : kalo dikuliah bilang nya gak perlu dilakukan pada hewan coba, tapi kalo setau saya, di lab juga harus dirandom hewan coba nya, jangan dikelompokan yang keliatan gemuk semua, atau yg keliatan aktif semua,, makanya di random. Jadi, secara kasar, kalo penelitian menggunakan tikus, itu gak perlu di random “perlakuannya” tapi di random “pemilhan tikus nya”, lalu untuk perlakuannya, tikus itu di kategorikan dlm kelompok2.
4.       Aklimatisasi diasumsikan telah mengendalikan confouder

Masalah atau kerugian pada quasi ekperimental :
1.       Sulit mencari causal hipotesis
2.       Ekstarapolasi tidak sebagus RCT (sulit untuk meramalkan kemungkinan yang akan terjadi, sehingga sulit di generalisasi)
3.       Tidak menggambarkan nilai sebenarnya, misal IPK bagus belum tentu orang nya pintar, bisa aja orang nya minterin “nyontek” atau pas mau ujian semedi dlu sama HSC jadi bagus nilainya, padahal ya biasa wae.. hahah malah curhat, (karena evaluasi pendidikan merupakan salah satu bentuk quasi eksperiment.)
4.       Factor perancu akan sulit dikendalikan

Tapi, bagaimanapun juga quasi ini ttp disebut ekperimen karena cukup menyediakan informasi sebab akibat. Namun, tetap dipertimbangkan validitas nya. Desain quasi eksperimental tidak memungkinkan causal inference  (penilaian sebab). Yang termasuk dari quasi eksperimental
a.      One group posttest only design
b.      Posttest only design with non-equivalent group
c.       One group pretest – post test Design

Mari kita bahas satu persatu.
a.       One group posttest only design (gak ada pretest, gak ada control grup)
One shot case study : Kita Cuma mengamati kejadian yang udah terjadi tanpa tau kenapa sebabnya, misal nya kita melakukan Visum, nah kita gak bisa nyari sebab akibat, apakah mati tertusuk, ditusuk, atau menusuk dirinya sendiri, kita Cuma bisa menulis, korban meninggal dengan ditemukan luka tusukan benda tajam di dada kiri, menembus jantung, merobek sukma, dan membelah jiwa. Alahhh… Jadi kita gak bisa menuliskan pembunuhan dilakukan oleh pelaku dngan pisau.
Kapan dilakukan one group post test only design?? Yaitu pada saat pengusutan tindak criminal, evaluasi pendidikan, sama menganalisis kerusakan lingkungan

b.      Posttest only design with non-equivalent group
Pada jenis ini, gak ada pretest, yang ada Cuma post test pasca treatment dibandingkan dengan kelompok lain yang tidak terpapar treatment. Misal nya pada training sex education anak jalanan di selokan mataram 2 minggu, perempatan mirota kampus 4 minggu, dan di KFC 8 minggu, dan di bringharjo 12 minggu, nah, hasilnya bagus yang mana??
Harus nya kan yang 12 minggu lebih baik, tapi blm tentu, bisa aja ada factor lain yang menyebabkan di mirota kampus lebih baik hasilnya, misalkan si trainer nya lebih interaktif, anak anak nya sendiri mau mendengarkan, dan pemberian materi gak ngebosenin.

c.       One group pretest – post test Design
atau yang disebut before after treatment study. Misalnya pada saat sebelum di treatment obat, urin pasien diambil untuk Uji kreatinin dan ureum, nah 6 jam pasca treatment, si pasien yang sama di uji lagi kreatinin dan ureumnya. Trus terlihat peningkatan fungsi filtrasi ginjal. TAPI kita gak bisa ngambil kesimpulan kalo misalnya obat X ini berfungsi dalam meningkatkan fungsi ginjal, bisa aja secara statistic hal ini bermakna, tapi statistical significant by chance. Mungkin kalo pada kelompok lain obat X tidak akan merespon seperti pada grup yang kita uji.
d.      Pretest-posttest with nonequivalent control grup.
Jadi pada jenis yang ini, ada pre test, ada post test, tapi ada pembanding nya. Kenapa bisa dibilang nonequivalent? Karena tidak ada randomisasi, peneliti tidak mengotrol assignment (tugas?? ), kedua kelompok bisa aja berbeda, perbedaan itu bisa aja mempengaruhi outcome. Contoh gambar bisa dilihat di slide nomer 25-29 :
-          Contohnya gambar 1, slide no 25 bisa aja outcome treatmen lebih baik, karena dari awal emang udah lebih baik. Hasilnya
-          Contoh gambar 2 , ada pola interaksi seleksi maturasi, jadi treatment naik hasilnya, grup control juga naik, misal pada pekerja yang disiplin dpt bonus dri divisi X, nah trus divisi Y pegawainya tau, maka grup control (Y) ikutan disiplin.. ini namanya kontaminasi
-          Contoh gambar 3, yang dikasih treatment malah turun, dibandingkan control. Misalnya kita diajari bahasa latin nah kan susah tuh, terus aja di jejelin sampe bosen, nanti pada saatnya kita ujian malah bisa jadi hasilnya turun karena bosennya itu. Jadi ngerjain semaunya
-          Contoh gambar 4, ini terjadi kesalahan milih kelompok control, jadi treatment nya naik, tapi kelompok contol ttp lebih bagus. Misal membandingkan dokter lulusan swasta X, dengan UGM (control), nah mereka yang dari swasta X bisa aja naik hasil belajarnya setelah belajar mati matian, 24 jam sehari, 7 hari seminggu, tapi ttp aja hasilnya dokter ugm lebih baik (narsis abis), kenapa? Karena milih control nya terlalu tinggi, walau tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti bisa aja sama haslnya (tapi apa gak mati duluan tuh belajar terus)

Nah hal hal begini ini yang mempengaruhi validitas internal
1.       History
Adalah hal hal diluar treatment eksperimen yang terjadi selama studi, diluar control peneliti tapi mempengaruhi hasil penelitian
2.       Maturasi
Perubahan fisik, intelektual, dan emosi yang dialami partisipan seiring waktu : misal nya metode membaca pada anak SD, ya seiring waktu dan usia, kemampuan membaca akan meningkat, tanpa ada metode baru.
3.       Testing
Adanya peningkatan nilai posttest karena udah pretest, misalnya praktikum fisiologi , kan soal pretest sama posttest sama tuh, Cuma nambah aja jumlahnya, jadi wajar kalo nilainya naik, atau contoh gampang lainya adlah test IQ yang soalnya sama terus.
4.       Instrumentasi
Penggunaan alat yan tidak reliable, atau alatnya tidak valid akibat tidak konsisten nya alat ukur atau tidak standart nya alat ukur (misalnya apa ya?? hmm tugas antropometri yang alatnya seadanya, cara ngukurnya sekena nya,, gitu deh_curhat)
5.       Regresi statistic
Kecenderungan orang utnuk mendapat nilai lebih rendah pada test kedua yang mirip test pertama dan sebaliknya (mungkin merasa dibodohi oleh soal, atau emang gak ngerti soal pertama, sehingga pas ketemu soal sebaliknya makin gak ngerti kenapa soal ini keluar lagi)
6.       Perbedaan seleksi peserta
Jadi dari awal, emang peserta dalam grup control dan treatment udah beda (kan gak di random)
7.       Mortalitas
Banyak peserta dari salah satu grup yang Drop Out sehingga merubah karakteristik grup
8.       Selection maturation interaction
Jika penelitian menggunakan kelompok yang sudah ada sebelum penelitian dimulai, ada kemungkinan kalo kelompok yang satu lebih diuntungkan dari kelompok lan, perihal maturasi, riwayat, testing factor, dan lain lain.

Udah ah itu aja, sisanya baca sendiri ya!, semoga blok yang abstrak dan penting ini bisa kita lewati dng maksimal

In life You don’t regret the things you do, you regret the things you Don’t Do.

Sunset in airport

Yogyakarta, 12 agustus 2017 So this is the end of my (another) journey Selalu ada alasan mengapa seseorang bepergian. Sering kali un...